AdSense

Senin, 13 Juni 2011

BERTAUBAT KEPADA SANG PENERIMA TAUBAT

بسم الله الرحمن الرحيم
وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ (آل عمران: 125)

Kewajiban manusia adalah mentaati aturan Allah swt. dalam bentuk syariat yang dibawa oleh para nabi yang diutus kepada mereka. Untuk masa sekarang, nabi yang diutus kepada seluruh alam semesta adalah Baginda Agung Nabi Muhammad saw. Syariat yang beliau bawa merupakan syariat yang berlaku menggantikan syariat para nabi sebelumnya. Syariat menuntun manusia melaksanakan akhlaq mulia yang sejati, karena syariat yang dibawa Nabi Muhammad adalah untuk menyempurnakan shalih al-akhlaq. Rasul bersabda:

إِنَّمَا بُعِثْتُ لأُتَمِّمَ صَالِحَ الأَخْلاَقِ (رواه أحمد)
Artinya: “Saya diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak yang baik” (Ahmad t.thn.)

Syariat yang dibawa oleh Nabi Muhammad sangat komprehensif. Segala hal yang berkenaan dengan perbuatan manusia tidak lepas darinya. Semua telah diatur oleh al-Qur’an dan Hadis dalam bentuk hukum-hukum fiqh yang ada lima (wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram).

1.Wajib merupakan perbuatan yang memberikan pahala kepada pelaku dan siksa kepada pengabai.
2.Sunnah merupakan perbuatan yang memberikan pahala kepada pelaku, tapi tidak memberikan siksa kepada pengabai.
3.Mubah merupakan perbuatan yang tidak memberikan pahala maupun siksa kepada pelaku maupun pengabai.
4.Makruh merupakan perbuatan yang tidak memberikan siksa kepada pelaku, tapi memberikan pahala kepada pengabai (dengan niat mengabaikan).
5.Haram merupakan perbuatan yang memberikan siksa kepada pelaku dan pahala bagi pengabai (dengan niat mengabaikan).

Orang yang melanggar syariat telah durhaka terhadap Allah swt. Alangkah celaka orang yang durhaka terhadap Raja yang paling berkuasa di alam semesta. Untungnya Allah swt. adalah Raja yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Orang yang durhaka masih mendapat kesempatan untuk meminta ampun dan bertaubat. Allah swt. berfirman:

فَمَنْ تَابَ مِنْ بَعْدِ ظُلْمِهِ وَأَصْلَحَ فَإِنَّ اللَّهَ يَتُوبُ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (المائدة: 39(
Artinya: “Maka barangsiapa bertaubat sesudah melakukan kejahatan dan memperbaiki diri, Maka Sesungguhnya Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Oleh karena itu, marilah kita, sebagai manusia yang notabene tempatnya salah dan lupa untuk selalu mengingat Allah swt., selalu minta ampun dan bertaubat jika kita melakukan maksiat, meskipun maksiat itu sulit dihindari. Tak bisa dipunkiri, kita sekarang berada pada zaman yang sudah diramalkan oleh Nabi Muhammad saw.

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- (وَيْلٌ لِلْعَرَبِ مِنْ شَرٍّ قَدِ اقْتَرَبَ فِتَناً كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِناً وَيُمْسِى كَافِراً يَبِيعُ قَوْمٌ دِينَهُمْ بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا قَلِيلٍ الْمُتَمَسِّكُ يَوْمَئِذٍ بِدِينِهِ كَالْقَابِضِ عَلَى الْجَمْرِ) (رواه أحمد)
Artinya: “Rasulullah saw. bersabda: ‘celakalah orang arab (orang arab yang disebut karena mereka pemeluk Islam terbanyak kala itu). Mereka telah mendekati begitu banyak fitnah seperti potongan-potongan malam yang gelap gulita, yang membuat seseorang iman di pagi hari dan kafir sore harinya. Orang-orang menjual agama mereka dengan harta dunia yang sedikit. Orang yang berpegang teguh terhadap agamanya pada waktu itu bagaikan orang yang menggenggam bara api

Maka beruntunglah orang yang mau bertaubat dan mengakui kesalahan-kesalahannya. Orang seperti itulah yang dijanjikan Allah mendapat ampunan dan ganjaran dari Tuhan mereka, sebagai mana Allah berfirma ketika menerangkan sifat orang-orang yang bertakwa:

وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ. أُولَئِكَ جَزَاؤُهُمْ مَغْفِرَةٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَجَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَنِعْمَ أَجْرُ الْعَامِلِينَ (آل عمران 135-136)
Artinya: “Dan (orang-orang yang bertakwa juga adalah) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka Mengetahui. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan Itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal.”

Marilah kita melaksanakan taubat dengan memenuhi unsur-unsur (baca: rukun)nya, yakni: menyesali perbuatan, meninggalkan dan meyakinkan diri untuk tidak mengulangi. Akan lebih baik jika pelaksanaan taubat dilakukan dengan melaksanakan shalat taubat sebagai wasilah agar taubat yang dilakukan diterima oleh Allah swt. Rasulullah mengajarkan kita:

رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « مَا مِنْ عَبْدٍ يُذْنِبُ ذَنْبًا فَيُحْسِنُ الطُّهُورَ ثُمَّ يَقُومُ فَيُصَلِّى رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ يَسْتَغْفِرُ اللَّهَ إِلاَّ غَفَرَ اللَّهُ لَهُ ». ثُمَّ قَرَأَ هَذِهِ الآيَةَ (وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ) إِلَى آخِرِ الآيَةِ. (رواه أبو داود)
Artinya: “Rasulullah saw. bersabda: ‘Tidak ada seorang hamba pun yang melakukan dosa kemudian dia bersuci dengan baik dan berdiri melaksanakan shalat dua rakaat, setelah itu dia meminta ampun kepada Allah kecuali Allah mengampuninya’. Lalu Rasulullah membaca ayat ‘walladzina idza fa’alu...” (Daud t.thn.)

Al-Bujairimi berkata: Faidah taubat yaitu jika memang taubatnya sah maka akan menghapus dosa kufur secara qath’i dan menghapus dosa selain kufur secara dhanni meskipun berupa dosa besar. Melaksanakan taubat hukumnya adalah wajib, meskipun taubat dari dosa kecil atau dari penundaan taubat. Ya, menunda taubat merupakan dosa yang perlu pula ditaubati. Taubat termasuk ketaatan-ketaatan yang paling utama. Taubat tidak harus diperbaharui ketika mengingat dosa. Taubat disyaratkan terjadi sebelum nyawa sampai pada tenggorokan dan sebelum Matahari terbit dari barat. Pula disyaratkan terpenuhinya rukun taubat, yakni menyesali perbuatan, meninggalkan dan meyakinkan diri untuk tidak mengulangi (al-Bujairimi t.thn.).
Anda mau bertaubat?
Kritik dan saran sangat kami harapkan. Terima kasih.

Daftar Pustaka
Ahmad, Abu Abdillah. “Musnad Ahmad.” al-Maktabah al-Syamilah. www.shamela.com.
al-Bujairimi. “Hasyiyah al-Bujairimi ala al-Khathib.” al-Maktabah al-Syamilah. www.shamela.com.
Daud, Abu. “Sunan Abi Daud.” al-Maktabah al-Syamilah. www.shamela.com.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar