MEMPELAJARI PERHITUNGAN ARAH QIBLAT [1]
Oleh Muhammad Labib, S.Sos.I
Bagi yang menginginkan file excel Perhitungan Arah Qiblat 3 Metode klik di sini.
MEMPELAJARI PERHITUNGAN ARAH QIBLAT oleh Muhammad Labib disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi 4.0 Internasional.
PENDAHULUAN
Arah
Qiblat sangatlah penting dalam kehidupan beribadah. Ia merupakan salah satu
syarat untuk keabsahan shalat. Seseorang yang tidak menghadap Qiblat dalam
shalatnya, maka shalat tersebut tidak sah. Hal ini sesuai dengan firman Allah
s.w.t. fawalli wajhaka syaṭr al-masjid al-ḥarām (al-Baqarah 2:144). Selain itu arah Qiblat diperlukan pula untuk
hal-hal lain seperti arah makam, arah hadap saat tidur, saat membaca al-Qur'an, maupun saat belajar kitab-kitab Fiqh dan semacamnya.
hal-hal lain seperti arah makam, arah hadap saat tidur, saat membaca al-Qur'an, maupun saat belajar kitab-kitab Fiqh dan semacamnya.
Oleh
karena itu dapat dikatakan bahwa sebenarnya ilmu tentang arah Qiblat merupakan
ilmu al-ḥal dimana mempelajarinya harus diutamakan. Mengingat bahwa ia
berkaitan langsung dengan apa yang harus kita lakukan (al-Zarnūjī t.thn., 4). Akan tetapi, bisa
jadi khalayak ramai sudah ngalap cukup dengan arah qiblat yang ada atau yang
sudah dihitungkan.
Penulis
tidak menyalahkan dan mereka pun tidak salah. Akan tetapi, kita sebagai calon
intelektual muslim sudah semestinya mengetahui seluk beluk dalam permasalahan
ini. Agar kita berwawasan luas dan bijaksana menghadapi permasalahan di
masyarakat.
ARAH QIBLAT
DALAM KAJIAN FIQH
Berangkat
dari ayat 144 surat al-Baqarah di atas, ulama berbeda-beda pandangan mengenai
arah qiblat. Di sini, bukan tempat untuk menguraikan semuanya. Akan tetapi,
penulis hanya akan menguraikan madzhab Syafii saja. Berdasar pendapat yang muʻtamad,
seseorang shalat harus menghadap ʻain al-qiblat (al-Bājūrī
t.thn., Juz 1, 142). Hal ini berarti saat shalat kita harus
yakin menghadap ka'bah jika berada di dekat ka'bah; atau harus berprasangka
kuat telah menghadap jika ada jauh dari ka'bah. Ada pula pendapat lemah dalam
madzhab Syafii yang mengatakan tidak harus menghadap ʻain al-qiblat, tetapi cukup dengan menghadap jihah al-qiblat (Bāʻalawī t.thn., 26). Yakni, saat shalat
kita tidak harus tepat menghadap kabah, tetapi boleh melenceng ke kanan atau ke
kiri selama masih menghadap ke arah kabah.
Untuk
menentukan arah qiblat, ulama merinci kepada lima tahap (al-Anṣārī
t.thn., Juz 1, 37-38) / (al-Qulyūbī dan ʻUmairah 2009, 200-203):
1. Jika dapat melihat, maka wajib menghadap sesuai
dengan apa yang dilihatnya. Nb: melihat mihrab nabi sama dengan melihat kabah
langsung (Bāʻalawī t.thn., 26)
2. Jika tidak dapat melihat, tapi ada orang yang
terpercaya memberi tahu berdasarkan penglihatannya, maka wajib menggunakan
informasi darinya. Nb: Melihat mihrab muslimin yang tidak dikritik sama dengan
ada informasi dari orang yang terpercaya ini (al-Anṣārī t.thn., Juz 1, 37). Harus menggunakan
arah Mihrab tersebut, tetapi boleh merubah ke kanan atau ke kiri berdasar
ijtihad (Bāʻalawī t.thn., 26).
3. Jika tidak ada orang yang terpercaya, sedang ia
mampu berijtihad maka wajib berijtihad setiap mau shalat (kecuali jika
ijtihadnya tidak berubah-ubah).
4. Jika hasil ijtihadnya membingungkan, maka
menghadap ke mana saja, tetapi shalat wajib diulang.
5. Jika tidak bisa berijtihad, maka wajib
mengikuti orang terpercaya dan tahu arah qiblat. Nb: Baginya wajib mempelajari
petunjuk-petunjuk qiblat, jika bisa.
PETUNJUK-PETUNJUK
QIBLAT
Ada
banyak sekali petunjuk Allah untuk menentukan arah qiblat. Bumi, matahari,
bulan, bintang, bahkan angin pun bisa kita tanya tentang arah qiblat. Syaikh
Nawawi Banten menggunakan 91 koin yang diletakkan pada dataran bumi (dengan
posisi 6 - 64 - 21 / titik bawah ke kiri - titik bawah ke titik atas - titik
atas ke kanan nb arah kanan = utara) (al-Jāwī 2010, 84)
Dengan
perkembangan ilmu matematika, arah qiblat dapat ditentukan menggunakan rubu,
dimana fungsi rubu adalah melakukan perhitungan segi tiga bola. Perhitungan
arah qiblat menggunakan rubu dapat dijumpai pada kitab ad-Durus al-Falakiyyah
karya syaikh Muhammad Mashum bin Ali Kwaron jombang (t.thn. Juz 1, 13)
Dengan
kemajuan teknologi, Perhitungan menggunakan rubu dapat dilakukan dengan
kalkulator scientific, dengan konsep yang sama. Karena baik rubu maupun kalkulator
menggunakan konsep perhitungan segi tiga bola.[2]
Sudut
|
= al
zawiyah / al qaus
|
||
Sin
|
= jaib
al zawiyah
|
Cosec
|
=
qathi’ tamam
|
Cos
|
= jaib
tamam al zawiyah
|
Sec
|
=
qathi’
|
Tan
|
=
dzill al zawiyah
|
Cot
|
=
dzill tamam
|
Arc
Sin
|
= qaus
al-Jaib
|
Arc
Cosec
|
= Qaus
tamam al-Qathi’
|
Arc
Cos
|
= qaus
tamam al-jaib
|
Arc
Sec
|
= Qaus
al-Qathi’
|
Arc
Tan
|
= qaus
dzill
|
Arc
Cot
|
= Qaus
tamam al-dzill
|
Lihat (Wikipedia 2014) / (bin ʻAlī t.thn., Juz 3, 31)
MACAM-MACAM
PERHITUNGAN ARAH QIBLAT
1. Rosydul Qiblat Tahunan
Matahari berada tepat di atas ka’bah dua kali
dalam setahun (Izzuddin 2012, 45) / (Hambali 2011, 192):
-
Tiap
tanggal 28 Mei (Basithoh) atau 27 Mei (Kabisah) pukul 16:18 WIB
-
Tiap
tanggal 15 Juli (Basithoh) atau 16 Juli (Kabisah) pukul 16:27 WIB
2. Perhitungan Koin Syaikh Nawawi Banten (al-Jāwī 2010)
Data yang diperlukan (dengan contoh untuk jawa):
ϕ =
Lintang Tempat =
-6
γ = Selisih Bujur Antara Makkah dan Tempat = 64
ϕm =
Lintang Makkah =
21
Gambar
1 Perhitungan Koin ala Syaikh
Nawawi Banten
Langkah-langkah[3]:
-
Buatlah
koin berjajar sejumlah γ dari timur ke barat (mewakili garis
katulistiwa).
-
Dari
titik timur buat lagi koin berjajar sejumlah ϕ (jika minus maka berjajar ke
selatan; jika plus maka berjajar ke utara).
-
Dari
titik barat buat lagi koin sejumlah ϕm yang berjajar ke utara.
3. Perhitungan Azimut Qiblat (Perhitungan Dasar)
3.1. Menggunakan Rubu dalam al-Durūs al-Falakiyyah (13)
Data
yang diperlukan
ϕ = Lintang Tempat
ϕm = Lintang Makkah 21° 30’
δ = Deklinasi / Mail Awwal
R =
Jari-jari (60)
γ
= Faḍl al-Ṭūl (Selisih Bujur Mekah Daerah)
Langkah-langkah[4]:
-
Mencari Bu’d al-Quṭr
= R . Sin ϕ . Sin δ
-
Aṣl Muṭlaq =
R . Cos ϕ . Cos δ
-
Aṣl Mu’addal = Cos γ .
Aṣl Muṭlaq
-
Jaib
Irtifā’ as-Simt = Aṣl Mu’addal
- Bu’d al-Quṭr
-
Sin Irtifā’ as-Simt = Jaib Irtifā’ as-Simt / R
-
Tamām Irtifā’ as-Simt = 90 – Irtifā’ as-Simt
-
Jaib Tamām Irtifā’ as-Simt = Sin Tamām Irtifā’
As-Simt x 60
-
Jaib As-Sa’ah = Sin ϕm . R / Cos ϕ
-
Ḥiṣṣah as-Simt = Irtifā’ as-Simt . tan ϕ
-
Ta’dīl as-Simt =
Ḥiṣṣah as-Simt + Jaib As-Sa’ah
-
Sin Simt Al-Qiblah = Ta’dīl as-Simt .
R / Jaib Tamām Irtifā’ as-Simt
3.2. Menggunakan Kalkulator (Dainuzi 2007, 32)
Data
yang diperlukan
ϕ = Lintang Tempat
ϕm = Lintang Makkah 21° 25’
λ = Bujur Tempat
λm = Bujur Makkah 39° 50’
γ
= Fadlut Thul (λ – λm)
Rumus
yang digunakan
Tan Arah
Qiblat = tan ϕm . cos ϕ : sin γ – sin ϕ : tan γ
Keterangan :
-
Jika hasil
Positif maka Arah Qiblat dihitung dari titik Barat ke Utara / Timur ke Selatan
-
Jika hasil
Negatif maka Arah Qiblat dihitung dari titik Barat ke Selatan / Timur ke Utara.
4. Perhitungan Lanjutan
4.1. Rasydul Qiblat Harian
4.2. Rasydul Qiblat Setiap Saat
4.3. Theodolite
4.4. Segitiga Qiblat
PENUTUP
Mempelajari
arah qiblat merupakan kewajiban seorang muslim, karena menghadap qiblat
merupakan salah satu syarat seseorang dalam shalatnya. Perhitungan untuk
menentukan arah qiblat bukanlah rumit. Yang membuatnya rumit hanyalah
keengganan kita untuk mencoba dan bertanya. Metode-metode yang disebut dalam
makalah ini mempunyai akurasi yang berlainan. Meskipun demikian perhitungan
terakurat pun hanya mencapai pada tingkat dzan, tetapi cukup membantu untuk
memenuhi kewajiban sebaik mungkin. Wabillahit taufiq wal hidayah.
Wassalamu’alaikum wr wb.
DAFTAR
PUSTAKA
1. al-Anṣārī, Syaikh al-Islām Abū Yaḥyā
Zakariyyā. Fatḥ al-Wahhāb bi Syarḥ Manhaj al-Ṭullāb. Kediri: PP. Petuk.
2. al-Bājūrī,
al-Syaikh Ibrāhīm. Ḥāsyiyah al-Bājūrī ʻalā Ibni Qāsim. Bandung: Syirkah
al-Maʻārif.
3. “al-Baqarah.”
Dalam al-Qur'an al-Karim. 2.
4. al-Jāwī, al-Syaikh
Muḥammad Nawawī. Syarḥ Marāqī al-ʻUbūdiyyah. Jakarta: Dar al-Kutub
al-Islamiyah, 2010.
5. al-Qulyūbī,
Syihāb al-Dīn Aḥmad, dan Syihāb al-Dīn Aḥmad ʻUmairah. Ḥasyiyatā Qulyūbī wa
ʻUmairah ʻalā Kanz al-Rāgibīn. Lebanon: Dar al-Kotob al-Ilmiyah, 2009.
6. al-Zarnūjī,
al-Syaikh. Taʻlīm al-Mutaʻallim Ṭarīq al-Taʻallum. Bandung: Syirkah
al-Maʻārif.
7. Bāʻalawī,
al-Sayyid ʻAbd al-Rahmān. Bugyah al-Mustarsyidīn. Bairut: Dār al-Fikr.
8. bin ʻAlī,
al-Syaikh Muḥammad Maʻṣūm. al-Durūs al-Falakiyyah. Maktabah Saʻd bin Nāṣir
bin Nabhān.
9. Dainuzi,
al-Ustadz. Risalah al-Falak al-Anwar. Sarang: PP Al-Anwar, 2007.
10. Hambali, Slamet.
Ilmu Falak 1: Penentuan Awal Waktu Shalat & Arah Kiblat Seluruh Dunia.
Semarang: Program Pascasarjana IAIN Walisongo, 2011.
11. Izzuddin, Dr. H.
M.Ag Ahmad. Ilmu Falak Praktis. Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2012.
12. Wikipedia. Ḥisāb
Muṡallaṡāt. 29 Juli 2014. ar.wikipedia.org/wiki/حساب_مثلثات
(diakses Oktober 27, 2014).
[1]
disampaikan pada Seminar Keagamaan MA Al-Anwar, Senin 3 Nov 2014.
[2]
akan tetapi Dasaran yang digunakan pada rubu’ adalah 60 (Jaib Sittini) sedang
pada kalkulator pada umumnya menggunakan dasaran 1 (Jaib I’syari).
[3]
Langkah-langkah ini untuk jawa/daerah di timur Makkah. Untuk daerah di barat
Makkah maka gunakan logika arah yang sesuai.
[4]
Telah dirubah dalam perhitungan kalkulator dalam Perkuliahan Dr. H. Ahmad
Izzuddin, M.Ag.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar