AdSense

Senin, 18 Mei 2015

MEMPELAJARI PERHITUNGAN ARAH QIBLAT



MEMPELAJARI PERHITUNGAN ARAH QIBLAT [1]
Oleh Muhammad Labib, S.Sos.I

Bagi yang menginginkan file excel Perhitungan Arah Qiblat 3 Metode klik di sini.
 
 Lisensi Creative Commons
MEMPELAJARI PERHITUNGAN ARAH QIBLAT oleh Muhammad Labib disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi 4.0 Internasional.

PENDAHULUAN
Arah Qiblat sangatlah penting dalam kehidupan beribadah. Ia merupakan salah satu syarat untuk keabsahan shalat. Seseorang yang tidak menghadap Qiblat dalam shalatnya, maka shalat tersebut tidak sah. Hal ini sesuai dengan firman Allah s.w.t. fawalli wajhaka syaṭr al-masjid al-ḥarām (al-Baqarah 2:144). Selain itu arah Qiblat diperlukan pula untuk
hal-hal lain seperti arah makam, arah hadap saat tidur, saat membaca al-Qur'an, maupun saat belajar kitab-kitab Fiqh dan semacamnya.
Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa sebenarnya ilmu tentang arah Qiblat merupakan ilmu al-ḥal dimana mempelajarinya harus diutamakan. Mengingat bahwa ia berkaitan langsung dengan apa yang harus kita lakukan (al-Zarnūjī t.thn., 4). Akan tetapi, bisa jadi khalayak ramai sudah ngalap cukup dengan arah qiblat yang ada atau yang sudah dihitungkan.
Penulis tidak menyalahkan dan mereka pun tidak salah. Akan tetapi, kita sebagai calon intelektual muslim sudah semestinya mengetahui seluk beluk dalam permasalahan ini. Agar kita berwawasan luas dan bijaksana menghadapi permasalahan di masyarakat.
ARAH QIBLAT DALAM KAJIAN FIQH
Berangkat dari ayat 144 surat al-Baqarah di atas, ulama berbeda-beda pandangan mengenai arah qiblat. Di sini, bukan tempat untuk menguraikan semuanya. Akan tetapi, penulis hanya akan menguraikan madzhab Syafii saja. Berdasar pendapat yang muʻtamad, seseorang shalat harus menghadap ʻain al-qiblat (al-Bājūrī t.thn., Juz 1, 142). Hal ini berarti saat shalat kita harus yakin menghadap ka'bah jika berada di dekat ka'bah; atau harus berprasangka kuat telah menghadap jika ada jauh dari ka'bah. Ada pula pendapat lemah dalam madzhab Syafii yang mengatakan tidak harus menghadap ʻain al-qiblat, tetapi cukup dengan menghadap jihah al-qiblat (Bāʻalawī t.thn., 26). Yakni, saat shalat kita tidak harus tepat menghadap kabah, tetapi boleh melenceng ke kanan atau ke kiri selama masih menghadap ke arah kabah.
Untuk menentukan arah qiblat, ulama merinci kepada lima tahap (al-Anṣārī t.thn., Juz 1, 37-38) / (al-Qulyūbī dan ʻUmairah 2009, 200-203):
1.      Jika dapat melihat, maka wajib menghadap sesuai dengan apa yang dilihatnya. Nb: melihat mihrab nabi sama dengan melihat kabah langsung (Bāʻalawī t.thn., 26)
2.      Jika tidak dapat melihat, tapi ada orang yang terpercaya memberi tahu berdasarkan penglihatannya, maka wajib menggunakan informasi darinya. Nb: Melihat mihrab muslimin yang tidak dikritik sama dengan ada informasi dari orang yang terpercaya ini (al-Anṣārī t.thn., Juz 1, 37). Harus menggunakan arah Mihrab tersebut, tetapi boleh merubah ke kanan atau ke kiri berdasar ijtihad (Bāʻalawī t.thn., 26).
3.      Jika tidak ada orang yang terpercaya, sedang ia mampu berijtihad maka wajib berijtihad setiap mau shalat (kecuali jika ijtihadnya tidak berubah-ubah).
4.      Jika hasil ijtihadnya membingungkan, maka menghadap ke mana saja, tetapi shalat wajib diulang.
5.      Jika tidak bisa berijtihad, maka wajib mengikuti orang terpercaya dan tahu arah qiblat. Nb: Baginya wajib mempelajari petunjuk-petunjuk qiblat, jika bisa.

PETUNJUK-PETUNJUK QIBLAT
Ada banyak sekali petunjuk Allah untuk menentukan arah qiblat. Bumi, matahari, bulan, bintang, bahkan angin pun bisa kita tanya tentang arah qiblat. Syaikh Nawawi Banten menggunakan 91 koin yang diletakkan pada dataran bumi (dengan posisi 6 - 64 - 21 / titik bawah ke kiri - titik bawah ke titik atas - titik atas ke kanan nb arah kanan = utara) (al-Jāwī 2010, 84)
Dengan perkembangan ilmu matematika, arah qiblat dapat ditentukan menggunakan rubu, dimana fungsi rubu adalah melakukan perhitungan segi tiga bola. Perhitungan arah qiblat menggunakan rubu dapat dijumpai pada kitab ad-Durus al-Falakiyyah karya syaikh Muhammad Mashum bin Ali Kwaron jombang (t.thn. Juz 1, 13)
Dengan kemajuan teknologi, Perhitungan menggunakan rubu dapat dilakukan dengan kalkulator scientific, dengan konsep yang sama. Karena baik rubu maupun kalkulator menggunakan konsep perhitungan segi tiga bola.[2]
Sudut
= al zawiyah / al qaus
Sin
= jaib al zawiyah
Cosec
= qathi’ tamam
Cos
= jaib tamam al zawiyah
Sec
= qathi’
Tan
= dzill al zawiyah
Cot
= dzill tamam
Arc Sin
= qaus al-Jaib
Arc Cosec
= Qaus tamam al-Qathi’
Arc Cos
= qaus tamam al-jaib
Arc Sec
= Qaus al-Qathi’
Arc Tan
= qaus dzill
Arc Cot
= Qaus tamam al-dzill
Lihat (Wikipedia 2014) / (bin ʻAlī t.thn., Juz 3, 31)

MACAM-MACAM PERHITUNGAN ARAH QIBLAT
1.      Rosydul Qiblat Tahunan
Matahari berada tepat di atas ka’bah dua kali dalam setahun (Izzuddin 2012, 45) / (Hambali 2011, 192):
-          Tiap tanggal 28 Mei (Basithoh) atau 27 Mei (Kabisah) pukul 16:18 WIB
-          Tiap tanggal 15 Juli (Basithoh) atau 16 Juli (Kabisah) pukul 16:27 WIB
2.      Perhitungan Koin Syaikh Nawawi Banten (al-Jāwī 2010)
Data yang diperlukan (dengan contoh untuk jawa):
ϕ    = Lintang Tempat                                           = -6
γ    = Selisih Bujur Antara Makkah dan Tempat  = 64
ϕm  = Lintang Makkah                                          = 21

Gambar 1 Perhitungan Koin ala Syaikh Nawawi Banten

Langkah-langkah[3]:
-          Buatlah koin berjajar sejumlah γ dari timur ke barat (mewakili garis katulistiwa).
-          Dari titik timur buat lagi koin berjajar sejumlah ϕ (jika minus maka berjajar ke selatan; jika plus maka berjajar ke utara).
-          Dari titik barat buat lagi koin sejumlah ϕm yang berjajar ke utara.



3.      Perhitungan Azimut Qiblat (Perhitungan Dasar)
3.1.   Menggunakan Rubu dalam al-Durūs al-Falakiyyah (13)
Data yang diperlukan
ϕ          = Lintang Tempat
ϕm           = Lintang Makkah 21° 30’
δ          = Deklinasi / Mail Awwal
R         = Jari-jari (60)
γ          = Faḍl  al-Ṭūl (Selisih Bujur Mekah Daerah)
Langkah-langkah[4]:
-          Mencari Bu’d al-Quṭr     = R . Sin ϕ . Sin δ 
-          Aṣl Muṭlaq                        = R . Cos ϕ . Cos δ
-          Aṣl Mu’addal                    = Cos γ . Aṣl Muṭlaq
-          Jaib Irtifā’ as-Simt            = Aṣl Mu’addal - Bu’d  al-Quṭr
-          Sin Irtifā’ as-Simt             = Jaib Irtifā’ as-Simt   / R
-          Tamām Irtifā’ as-Simt       = 90 – Irtifā’ as-Simt
-          Jaib Tamām Irtifā’ as-Simt = Sin Tamām Irtifā’ As-Simt x 60
-          Jaib As-Sa’ah                    = Sin ϕm . R / Cos ϕ
-          Ḥiṣṣah as-Simt                  = Irtifā’ as-Simt . tan ϕ
-          Ta’dīl  as-Simt                   = Ḥiṣṣah as-Simt + Jaib As-Sa’ah
-          Sin Simt Al-Qiblah           = Ta’dīl  as-Simt . R  / Jaib Tamām Irtifā’ as-Simt
3.2.   Menggunakan Kalkulator (Dainuzi 2007, 32)
Data yang diperlukan
ϕ          = Lintang Tempat
ϕm           = Lintang Makkah 21° 25’
λ          = Bujur Tempat
λm           = Bujur Makkah 39° 50’
γ          = Fadlut Thul (λ – λm)
Rumus yang digunakan
Tan Arah Qiblat = tan ϕm . cos ϕ : sin γ – sin ϕ : tan γ
Keterangan   : 
-          Jika hasil Positif maka Arah Qiblat dihitung dari titik Barat ke Utara / Timur ke Selatan
-          Jika hasil Negatif maka Arah Qiblat dihitung dari titik Barat ke Selatan / Timur ke Utara.
4.      Perhitungan Lanjutan
4.1.   Rasydul Qiblat Harian
4.2.   Rasydul Qiblat Setiap Saat
4.3.   Theodolite
4.4.   Segitiga Qiblat
PENUTUP
Mempelajari arah qiblat merupakan kewajiban seorang muslim, karena menghadap qiblat merupakan salah satu syarat seseorang dalam shalatnya. Perhitungan untuk menentukan arah qiblat bukanlah rumit. Yang membuatnya rumit hanyalah keengganan kita untuk mencoba dan bertanya. Metode-metode yang disebut dalam makalah ini mempunyai akurasi yang berlainan. Meskipun demikian perhitungan terakurat pun hanya mencapai pada tingkat dzan, tetapi cukup membantu untuk memenuhi kewajiban sebaik mungkin. Wabillahit taufiq wal hidayah. Wassalamu’alaikum wr wb.


DAFTAR PUSTAKA
1.      al-Anṣārī, Syaikh al-Islām Abū Yaḥyā Zakariyyā. Fatḥ al-Wahhāb bi Syarḥ Manhaj al-Ṭullāb. Kediri: PP. Petuk.
2.      al-Bājūrī, al-Syaikh Ibrāhīm. Ḥāsyiyah al-Bājūrī ʻalā Ibni Qāsim. Bandung: Syirkah al-Maʻārif.
3.      “al-Baqarah.” Dalam al-Qur'an al-Karim. 2.
4.      al-Jāwī, al-Syaikh Muḥammad Nawawī. Syarḥ Marāqī al-ʻUbūdiyyah. Jakarta: Dar al-Kutub al-Islamiyah, 2010.
5.      al-Qulyūbī, Syihāb al-Dīn Aḥmad, dan Syihāb al-Dīn Aḥmad ʻUmairah. Ḥasyiyatā Qulyūbī wa ʻUmairah ʻalā Kanz al-Rāgibīn. Lebanon: Dar al-Kotob al-Ilmiyah, 2009.
6.      al-Zarnūjī, al-Syaikh. Taʻlīm al-Mutaʻallim Ṭarīq al-Taʻallum. Bandung: Syirkah al-Maʻārif.
7.      Bāʻalawī, al-Sayyid ʻAbd al-Rahmān. Bugyah al-Mustarsyidīn. Bairut: Dār al-Fikr.
8.      bin ʻAlī, al-Syaikh Muḥammad Maʻṣūm. al-Durūs al-Falakiyyah. Maktabah Saʻd bin Nāṣir bin Nabhān.
9.      Dainuzi, al-Ustadz. Risalah al-Falak al-Anwar. Sarang: PP Al-Anwar, 2007.
10.  Hambali, Slamet. Ilmu Falak 1: Penentuan Awal Waktu Shalat & Arah Kiblat Seluruh Dunia. Semarang: Program Pascasarjana IAIN Walisongo, 2011.
11.  Izzuddin, Dr. H. M.Ag Ahmad. Ilmu Falak Praktis. Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2012.
12.  Wikipedia. Ḥisāb Muṡallaṡāt. 29 Juli 2014. ar.wikipedia.org/wiki/حساب_مثلثات (diakses Oktober 27, 2014).



[1] disampaikan pada Seminar Keagamaan MA Al-Anwar, Senin 3 Nov 2014.
[2] akan tetapi Dasaran yang digunakan pada rubu’ adalah 60 (Jaib Sittini) sedang pada kalkulator pada umumnya menggunakan dasaran 1 (Jaib I’syari).
[3] Langkah-langkah ini untuk jawa/daerah di timur Makkah. Untuk daerah di barat Makkah maka gunakan logika arah yang sesuai.
[4] Telah dirubah dalam perhitungan kalkulator dalam Perkuliahan Dr. H. Ahmad Izzuddin, M.Ag.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar